A.
WARIS
DALAM ISLAM
1.
Pengertian
Waris
adalah bentuk isim fa’il dari kata “warisa” yang bermakna orang yang
menerima waris. Kata-kata itu berasal dari kata waritsa yang bermakna
perpindahan pusaka. Sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari
tentang proses perpindahan harta pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya.[1]
2.
Rukun
Waris dan Sebab Menerima Waris
Ada
beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam pembagian waris. Rukun pembagian waris
ada tiga :[2]
a. Muwarrits, yaitu orang yang mewariskan
hartanya atau mayit yang meninggalkan hartanya. Syaratnya
adalah muwarrits benar-benar telah meninggal.
b. Al-Warits atau ahli waris, yaitu orang
yang berhak menerima waris, artinya ia mendapatkan warisan dikarenakan mempunyai
hubungan kekerabatan baik karena hubungan darah atau sebab perkawinan atau
akibat memerdekakan budak.
c. Al-Mauruts atau al-Mirats yaitu harta
peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang
dan pelaksanaan wasiat.
Adapun kriteria seseorang menerima waris:[3]
a. Hubungan kekerabatan (al-qarabah)
Kekerabatan menjadi
sebab mewarisi adalaha hubungan yang dekat dengan muwarrits, seperti anak,
cucu, bapak, ibu dan lain sebagainya. Atau kerabat jauh seperti paman, saudara
sekandung, saudara seayah, dan saudara seibu.hubungan kerabat yang paling dekat
dialah yang paling banyak mendapat harta muwarrits. Hubungan kekerabatan ini
tidak dibatasi untuk pihak laki-laki saja, tetapi juga pihak wanita sama-sama
beerhak mendapatkan harta warisan.
b. Hubungan perkawinan (al-Musaharah)
Perkawinan yang sah,
menyebabkan adanya hubungan hukum saling mewarisi antara suami dan istri. Hak
saling mewarisi itu selama hubungan perkawinan masih tetap berlangsung. Jika
merela telah bercerai, maka tidak ada lagi hak saling mewarisi. Tetapi jika
istri tersebut dalam keadaan ditalak raj’I (yang masih memungkinkan untuk
rujuk) selam masih masa iddah, suaminya meninggal dunia, maka istri tersebut
berhak mendapatkan warisan dari suaminya.
c. Hubungan karena sebab al-wala
Al-wala adalah orang
yang memerdekakan budak. Adapun orang yang memerdekakan budak, maka berhal
menerima waris dari budak tersebut 1/6 dari harta peninggalannya.
3.
Penghalang Waris
Halangan untuuk
menerima waris adalah hal-hal yang menyebabkan gugurnya hak ahli waris dari mendapatkan
harta peninggalan muwarris. Adapaun halangan tersebut adalah :[4]
a. Pembunuhan
Semua ulama sepakat
bahwa pembunuhan dapat menghalangi seseorang untuk mendapatkan hak waris.
Karena tujuan tersebut agar ia segera miliki harta muwarits.
b. Beda agama
Seseorang terhalang
untuk mewarisi, apabila antar ahli waris dan muwarrits berbeda agama. Misalnya,
ahli waris beraga islam, muwarrits beragam Kristen atau sebaliknya.
c. Perbudakan
Islam sangat tegas
tidak menyutujui perbudakan, sebaliknya menganjurkan agar setiap budak untuk
dimerdekakan, perbudakan menjadi oenghalang mewarisi bukan karena ia dianggap
tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
4.
Furudul Muqadarah (Pembagian warisan)
Furudul
muqadarah adalah bagian yang telah ditentukan dalam Al-qur’an.
a.
½ harta peninggalan untuk 5 orang, yaitu
1) Suami, apabila tidak ada:
a)
Anak laki-laki atau perempuan
b)
Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
2)
Anak perempuan, apabila ia hanya seorang diri dan tidak ada nak
laki-laki
3)
Cucu perempuan dari anak laki-laki
4)
Saudara perempuan sekandung
5)
Saudara perempuan sebapak
a.
¼ harta peninggalan untuk dua orang, yaitu:
1)
Suami, dengan syarat bersama salah satu anak laki-laki atau perempuan,
dan cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
2)
Istri, dengan syarat tidak ada anak laki-laki atau perempuan dan cucu
laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
b.
2/3 harta peninggalan untuk empat orang, yaitu:
1)
Anak perempuan
2)
Cucu perempuan dari anak laki-laki
3)
Saudara perempuan sekandung
4)
Saudara perempuan sebapak
c.
1/3 harta peninggalan untuk dua orang, yaitu:
1)
Ibu, apabila tidak ada:
a)
Anak laki-laki atau perempuan
b)
Cucu laki-laki atau perempuan dari saudara laki-laki
2)
Saudara laki-laki atau perempuan
d.
1/8 harta peninggalan untuk satu orang, yaitu
Istri
satu atau lebih, dengan syarat bersama salah satu dari anak laki-laki atau
perempuan dan cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
e.
1/6 harta peninggalan untuk tujuh orang, yaitu:
1)
Bapak
2)
Kakek
3)
Ibu
4)
Cucu perempuan dari anak laki-laki
5)
Saudara perempuan sebapak
6)
Nenek
7)
Saudara laki-laki atau perempuan seibu
5.
Masalah dalam Pembagian Warisan
a.
Masalah Garawain
Garawain
berarti dua perkara yang sudah jelas namun ternyata menyimpan masalah.
Masalahnya yaitu berkumpulnya ahli waris suami, ibu dan bapak atau istri, ibu,
dan bapak. Hal tersebut dianggap bermasalah karena bapak mendapatkan bagian
yang lebih kecil. Oleh karena itu ibu mendapat 1/3 bagian
b.
Masalah Musyarakah
Musyarakah
yaitu bergabunganya ahli waris yang tidak mendapatkan harta, kepada ahli waris
yang mendapatkan harta warisan. Hal ini terjadi apabila berkumpul ahli waris
suami, ibu, saudara seibu, dan saudara laki-laki sekandung. Maka bila hal ini
diselesaikan justru saudara sekandung tidak akan mendapatkan. Oleh karena itu
bagian saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung dibagi rata.
c.
Masalah Akdariyah
Masalah
ini terjadi pada seorang wanita Bani Akdar. Juga karena masalah “mengacaukan”
kaidah yang telah ditentukan, yaitu ketika berkumpul ahli waris suami, istri,
saudara sekandung, dan kakek. Untuk menyelesaikannya menurut Umar bin Khatab dan
Ibnu Mas’ud, kakek diambilkan dari bagian ibu yang tadinya 1/3 menjadi 1/6.
Yang 1/6 untuk kakek.
6.
AHLI
WARIS YANG TIDAK BISA GUGUR HAKNYA
Sebagaimana maklum adanya,
dalam pembagian harta warisan terkadang ada ahli waris yang terhalang
mendapatkan harta warisan karena sebab tertentu, dan sebagian lain ada
juga yang tidak mendapatkan harta warisan karena terhalang oleh ahli
waris yang lain. Akan tetapi ada beberapa ahli waris yang haknya untuk
mendapatkan warisan tidak terhalangi walaupun semua ahli waris ada.
Mereka adalah:
a.
Anak
laki-laki (ابن)
b.
Anak
perempuan (بنت)
c.
Bapak (أب)
d.
Ibu (أم)
e.
Suami (زوج)
f.
Istri (زوجة)
7.
ASHABAH
Menurut bahasa ashabah adalah
bentuk jamak dari ”ashib” yang artinya mengikat, menguatkan hubungan
kerabat/nasab. Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak
ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta
dibagi kepada ahli waris.[5]
Di dalam istilah
ilmu faraidh, macam-macam ‘ashabah ada tiga yaitu:
a.
‘Ashabah Binafsihi yaitu ahli waris yang
menerima sisa harta warisan dengan sendirinya, tanpa disebabkan orang lain.
Ahli waris yang masuk dalam kategori ashabah binafsihi yaitu:
1)
Anak laki-laki
2)
Cucu laki-laki
3)
Ayah
4)
Kakek
5)
Saudara kandung
laki-laki
6)
Sudara seayah
laki-laki
7)
Anak laki-laki
saudara laki-laki kandung
8)
Anak laki-laki
saudara laki-laki seayah
9)
Paman kandung
10) Paman
seayah
11) Anak
laki-laki paman kandung
12) Anak
laki-laki paman seayah
13) Laki-laki
yang memerdekakan budak
Apabila semua
ashabah ada, maka tidak semua ashabah mendapat bagian, akan tetapi harus
didahulukan orang-orang (para ashabah) yang lebih dekat pertaliannya dengan
orang yang meninggal. Jadi, penentuannya diatur menurut nomor urut tersebut di
atas. Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak
perempuan, maka mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara
pembagiannya ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak
perempuan. Firman Allah dalam al-Qur’an :
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ
لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ ... (١١)
Artinya: “Allah
mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan..” (Q.S An-Nisa’:11)
b.
Ashabah Bilghair
yaitu
anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan seayah,
yang menjadi ashabah jika bersama saudara laki-laki mereka masing-masing (
‘Ashabah dengan sebab terbawa oleh laki-laki yang setingkat ).
Berikut
keterangan lebih lanjut terkait beberapa perempuan yang menjadi ashabah dengan
sebab orang lain:
1)
Anak laki-laki
dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah
2)
Cucu laki-laki
dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
‘ashabah.
3)
Saudara
laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
‘ashabah.
4)
Saudara
laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
‘ashabah.
Ketentuan
pembagian harta waris dalam ashabah bil ghair, “bagian pihak laki-laki (anak,
cucu, saudara laki-laki) dua kali lipat bagian pihak perempuan (anak, cucu,
saudara perempuan)”. Allah berirman
adalam al-Qur’an :
... وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالا
وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ ...(١٧٦)
Artinya: “Jika
mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka
bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara
perempuan.” (Q.S An- Nisa’:176)
c.
‘Ashabah
Ma’algha’ir (‘ashabah bersama orang lain) yaitu ahli waris perempuan yang
menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah:
1)
Saudara
perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak perempuan (seorang atau
lebih) atau cucu perempuan dari anak lakilaki.
2)
Saudara
perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu
perempuan (seorang atau lebih) dari anak lakilaki.
8.
HIJAB
Hijab adalah penghapusan hak
waris seseorang, baik penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta
warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya (hubungannya)
dengan orang yang meninggal.[6]
Oleh karena itu hijab ada dua macam:
a.
Hijab hirman
yaitu penghapusan seluruh bagian, karena ada ahli waris yang lebih dekat
hubungannya dengan orang yang meninggal. Contoh cucu laki-laki dari anak
laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
b.
Hijab nuqshon yaitu
pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris lain yang
membersamai. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi kala yang meninggal
mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka bagian ibu berubah menjadi
1/6.
Dengan
demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang disebut mahjub
hirman, ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang bagiannya yang
disebut mahjub nuqshan. Ahli waris yang terakhir ini tidak akan
terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian
harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang
disebut al-aqrabun. Mereka terdiri dari : Suami atau istri, Anak laki-laki dan
anak perempuan, Ayah dan ibu.
a.
Ahli
waris yang terhalang :
Berikut
di bawah ini ahli waris yang terhijab atau terhalang oleh ahli waris yang lebih
dekat hubungannya dengan yang meninggal. Mereka adalah:[7]
1)
Kakek (ayah dari
ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika ayah masih hidup maka kakek tidak
mendapat bagian.
2)
Nenek (ibu dari
ibu) terhijab /terhalang oleh ibu
3)
Nenek dari ayah,
terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh ibu
4)
Cucu dari anak
laki-laki terhijab/terhalang oleh anak laki-laki
5)
Saudara kandung
laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)
anak laki-laki
b)
cucu laki-laki
dari anak laki-laki
c)
ayah
6)
saudara kandung
perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)
anak laki-laki
b)
ayah
7)
saudara ayah
laki-laki dan perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)
anak laki-laki
b)
anak laki-laki
dan anak laki-laki
c)
ayah
d)
saudara kandung laki-laki
e)
saudara kandung
perempuan
f)
anak perempuan
g)
cucu perempuan
8)
saudara seibu
laki-laki / perempuan terhijab/terhalang oleh:
a)
anak laki-laki
atau perempuan
b)
cucu laki-laki
atau perempuan
c)
ayah
d)
kakek
9)
Anak laki-laki
dari saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh:
a)
anak laki-laki
b)
cucu laki-laki
c)
ayah
d)
kakek
e)
saudara kandung
laki-laki
f)
saudara seayah
laki-laki
10) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
terhijab/terhalang oleh:
a)
anak laki-laki
b)
cucu laki-laki
c)
ayah
d)
kakek
e)
saudara kandung
laki-laki
f)
saudara seayah
laki-laki
11) Paman (saudara laki-laki sekandung ayah)
terhijab/terhalang oleh :
a)
anak laki-laki
b)
cucu laki-laki
c)
ayah
d)
kakek
e)
saudara kandung
laki-laki
f)
saudara seayah
laki-laki
12) Paman
(saudara laki-laki sebapak ayah) terhijab/terhalang oleh :
a)
anak laki-laki
b)
cucu laki-laki
c)
ayah
d)
kakek
e)
saudara kandung
laki-laki
f)
saudara seayah
laki-laki
13) Anak
laki-laki paman sekandung terhijab/terhalang oleh :
a)
anak laki-laki
b)
cucu laki-laki
c)
ayah
d)
kakek
e)
saudara kandung
laki-laki
f)
saudara seayah
laki-laki
14) Anak
laki-laki paman seayah terhijab/terhalang oleh :
a)
anak laki-laki
b)
cucu laki-laki
c)
ayah
d)
kakek
e)
saudara kandung
laki-laki
f)
saudara seayah
laki-laki
15) Cucu
perempuan dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)
anak laki-laki
b)
dua orang
perempuan jika cucu perempuan tersebut tidak bersaudara laki-laki yang
menjadikan dia sebagai ashabah
9.
Hal-hal
yang harus dilakukan sebelum harta warisan dibagikan
Beberapa
hal yang harus ditunaikan terlebih dahulu oleh ahli waris sebelum harta warisan
dibagikan adalah:[8]
a.
Zakat. Kalau
harta yang ditinggalkan sudah saatnya dikeluarkan zakatnya, maka zakat harta
tersebut harus dibayarkan terlebih dahulu.
b.
Belanja. Yaitu
biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan jenazah, mulai dari membeli kain kafan,
upah menggali kuburan, dan lain sebagainya.
c.
Hutang. Jika
mayat memiliki hutang, maka hutangnya harus dibayar terlebih dahulu dengan
harta warisan yang ia tinggalkan.
d.
Wasiat. Jika
mayat meninggalkan wasiat, agar sebagian harta peninggalannya diberikan kepada
orang lain. Maka wasiat inipun harus dilaksanakan.
Apabila
keempat hak tersebut (zakat, biaya penguburan, hutang mayat, dan wasiat mayat)
sudah diselesaikan, maka harta warisan selebihnya baru dapat dibagi bagikan
kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
10. TATA CARA DAN PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN
a.
Langkah-langkah
sebelum pembagian harta warisan
Sebelum membagi harta warisan,
terdapat beberapa hal yang perlu diselesaikan terlebih dahulu oleh ahli waris.
Hal pertama yang perlu dilakukan saat membagi harta warisan adalah menentukan
harta warisan itu sendiri, yakniharta pribadi dari orang yang meninggal, bukan
harta orang lain. Setelah jelas harta warisannya, para ahli waris harus
menyelesaikan beberapa kewajiban yang mengikat muwaris, antara lain:
1)
Biaya Perawatan
jenazah
2)
Pelunasan utang
piutang
a)
Hutang kepada
Allah, misalnya, zakat, ibadah haji, kafarat dan lain sebagainya.
b)
Hutang kepada
manusi baik berupa uang atau bentuk utang lainnya.
3) Pelaksanaan
wasiat
Wajib
menunaikan seluruh wasiat muwaris selama tidak melebihi sepertiga dari jumlah
seluruh harta peninggalan, meskipun muwaris menghendaki lebih. Dalam surat
An-Nisa ayat 12 Allah berfirman:
... مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا
أَوْ دَيْنٍ ... (١٢)
Artinya:
“Sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah
dibayar utangnya” (QS. An-Nisa' :12)
b.
Menetapkan
ahli waris yang mendapat bagian
Pada uraian di muka sudah
diterangkan tentang ketentuan bagian masingmasing ahli waris. Di antara mereka
ada yang mendapat ½ , ¼, 1/8, 1/3, 2/3 dan 1/6. Kita lihat bahwa semua bilangan
tersebut adalah bilangan pecahan. Cara pelaksanaan pembagian warisannya adalah
dengan cara menetukan dan mengidentifikasi ahli waris yang ada. Kemudian
menentukan di antara mereka yang termasuk :
1)
Ahli warisnya yang meninggal;
2)
Ahli waris yang
terhalang karena sebab-sebab tertentu, seperti membunuh, perbedaan agama, dan
menjadi budak.
3)
Ahli waris yang
terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal;
4)
Ahli waris yang
berhak mendapatkan warisan. Maka dapat diketahui
a)
Suami =
seperempat
b)
Bapak =
seperenam
c)
Ibu = seperenam
d)
Anak laki-laki =
sisa (dua bagian sisa)
e)
Anak perempuan =
sisa (satu bagian sisa)
f)
Kakek, saudara
seibu, dan paman (terhalang)
c.
Contoh
Cara Pembagian Warisan
Terlebih
dahulu perlu diketahui “Asal Masalah”, yaitu bilangan bulat yang digunakan
untuk membagi harta. Bagian ini merupakan hasil dari Kelipatan Persekutuan
Terkecil (KPK). Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1)
Jika ahli waris
hanya terdiri atas ahli waris “asabah bi nafsihi” asal masalahnya sejumlah
waris yang ada.
Misalnya:
Ahli waris
terdiri dari 5 orang anak laki-laki. Maka masalahnya adalah 5. Cara pembagian
waris langsung dibagi 5 dan masing-masing waris mendapatkan satu bilangan.
2)
Jika ahli waris
terdiri dari laki-laki dan perempuan, bagian dari laki-laki dua kali lipat
perempuan.
3)
Jika ahli waris
hanya satu orang ahli waris, maka asal masalahnya adalah angka “penyebut” ahli
waris yang bersangkutan.
Misalnya:
Ahli
waris hanya seorang anak perempuan, bagian anak perempuan adalah 1/2 . Cara
pembagian warisannya adalah harta warisan dibagi 2
4)
Jika ahli waris
terdiri dua orang atau lebih, baik ada ahli waris asabah atau tidak, mencari
asal masalahnya dengan mencari KPK dari angka penyebut bagian masing-masing
ahli waris.
Misalnya:
a)
Ada seorang yang
meninggal, ahli warisnya terdiri atas seorang anak perempuan, suami, dan bapak.
Maka bagian anak perempuan adalah ½, suami ¼, dan bapak asabah/sisa. Sedang KPK
dari ½ dan ¼ adalah 4.
b)
Ada seorang
meninggal dunia dan meninggalkan harta Rp 84.000.000, ahli waris terdiri atas
istri, ibu, dan dua orang anaka laki-laki. Maka penyelesainnya adalah sebagai
berikut:
No
|
Ahli waris
|
Bagian
|
AM (24)
|
84.000.000 : 24 = 3.500.000
|
1
|
Istri
|
1/6
|
4
|
4x3.500.000 = Rp 14.000.000
|
2
|
Ibu
|
1/8
|
3
|
3x3.500.000 = Rp 10.500.000
|
3
|
2 anak laki-laki
|
Sisa
|
17
|
17x3.500.000= Rp 59.500.000
|
B.
WASIAT DALAM ISLAM
1.
Pengertian
Kata “wasiat” berasal dari bahasa arab yaitu “washiat”
yang berarti “ suatu ucapan atau pernyataan dimulainya suatu perbuatan”.
Biasanya perbuatan itu dimulai setelah orang yang mengucapkan atau menyatukan
itu meninggal dunia.[9]
Para ulama pada umumnya sepakat bahwa pengertian
wasiat ialah “pernyataan atau perkataan seseorang kepada orang lain bahwa ia
memberikan kepada orang lain itu atau memberikan manfaat sesuatu barang
kepunyaannya setelah ia meninggal dunia.
Sesuai dengan firman Allah
... مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ
يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... (١١)
Artinya : “(Pembagian-pembagian tersebut diatas)
sesudaha dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya”
(Q.S An-nisa’: 11)
2. Rukun Wasiat
d.
Orang yang berwasiat
e.
Orang yang menerima wasiat
f.
Barang atau sesuatu yang diwasiatkan
g.
Ijab-kabul
3.
Syarat Wasiat
b.
Orang yang berwasiat:
1)
Baligh
2)
Berakal sehat
3)
Merdeka
4)
Dilakukan atas kehendak sendiri
c.
Orang yang menerima wasiat:
1)
baligh
2)
berakal
3)
dapat dipercaya
4)
merdeka
d.
Barang yang diwasiatkan:
1)
Ada wujudnya
2)
Miliknya orang yang berwasiat
3)
Dapat diwariskan
4)
Bermanfaat menurut syariat
5)
Tidak melebihi dari 1/3 dari semua harta peninggalan
4.
Macam-macam Wasiat
a.
Wasiat harta benda, wasiat dalam pembagian harta peninggalan ini hanya
berlaku kepada orang lain, tidak untuk ahli warisnya.
b.
Wasiat hak kekuasaan
Misalnya,
Umar berkata kepada Usman, “Kelak ketika saya meninggal kamu saya jadikan orang
yang mendidik anak-anak saya”. Wasiat seperti itu harus dilaksanakan selama
tidak ada aturan lain yang menghalanginya. Akan tetapi, apabila ada aturan lain
yang menghalanginya, wasiat itu tidak dilaksanakan. Misalnya, wasiat untuk
menggantikan sebagai wali dalam pernikahan anaknya kepada orang yang tidak
berhak menjadi wali nikah.
5.
Kadar Wasiat
Berwasiat harta kekayaan itu tidak boleh melebihi
sepertiga dari seluruh harta kekayaan orang yang berwasiat. Apabila itu
dilakukan maka harus ada izin dari ahli warisnya. Sedangkan tidak ada ahli
waris yang lainnya, maka diperbolehkan.
Dikalangan
ulama fikih dikenal dengan al-wasiyyah al wajibah (wasiat wajib).
Maksudnya adalah suatu wasiat yang ditujukan kepada ahli waris yang terhalang
mendapatkan harta warisan dari orang yang meninggal. Misalnya, wasiat kepada
orang tua yang tidak dapat menerima warisan sebab berlainan agama.[10]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar