Mawaris dan Wasiat dalam Islam


A.    WARIS DALAM ISLAM
1.      Pengertian
Waris adalah bentuk isim fa’il dari kata “warisa” yang bermakna orang yang menerima waris. Kata-kata itu berasal dari kata waritsa yang bermakna perpindahan pusaka. Sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang proses perpindahan harta pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya.[1]
2.      Rukun Waris dan Sebab Menerima Waris
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam pembagian waris. Rukun pembagian waris ada tiga :[2]
a.       Muwarrits, yaitu orang yang mewariskan hartanya atau mayit yang meninggalkan hartanya. Syaratnya adalah muwarrits benar-benar telah meninggal.
b.      Al-Warits atau ahli waris, yaitu orang yang berhak menerima waris, artinya ia mendapatkan warisan dikarenakan mempunyai hubungan kekerabatan baik karena hubungan darah atau sebab perkawinan atau akibat memerdekakan budak.
c.       Al-Mauruts atau al-Mirats yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang dan pelaksanaan wasiat.
Adapun kriteria seseorang menerima waris:[3]
a.       Hubungan kekerabatan (al-qarabah)
Kekerabatan menjadi sebab mewarisi adalaha hubungan yang dekat dengan muwarrits, seperti anak, cucu, bapak, ibu dan lain sebagainya. Atau kerabat jauh seperti paman, saudara sekandung, saudara seayah, dan saudara seibu.hubungan kerabat yang paling dekat dialah yang paling banyak mendapat harta muwarrits. Hubungan kekerabatan ini tidak dibatasi untuk pihak laki-laki saja, tetapi juga pihak wanita sama-sama beerhak mendapatkan harta warisan.
b.      Hubungan perkawinan (al-Musaharah)
Perkawinan yang sah, menyebabkan adanya hubungan hukum saling mewarisi antara suami dan istri. Hak saling mewarisi itu selama hubungan perkawinan masih tetap berlangsung. Jika merela telah bercerai, maka tidak ada lagi hak saling mewarisi. Tetapi jika istri tersebut dalam keadaan ditalak raj’I (yang masih memungkinkan untuk rujuk) selam masih masa iddah, suaminya meninggal dunia, maka istri tersebut berhak mendapatkan warisan dari suaminya.
c.       Hubungan karena sebab al-wala
Al-wala adalah orang yang memerdekakan budak. Adapun orang yang memerdekakan budak, maka berhal menerima waris dari budak tersebut 1/6 dari harta peninggalannya.
3.      Penghalang Waris
Halangan untuuk menerima waris adalah hal-hal yang menyebabkan gugurnya hak ahli waris dari mendapatkan harta peninggalan muwarris. Adapaun halangan tersebut adalah :[4]
a.       Pembunuhan
Semua ulama sepakat bahwa pembunuhan dapat menghalangi seseorang untuk mendapatkan hak waris. Karena tujuan tersebut agar ia segera miliki harta muwarits.
b.      Beda agama
Seseorang terhalang untuk mewarisi, apabila antar ahli waris dan muwarrits berbeda agama. Misalnya, ahli waris beraga islam, muwarrits beragam Kristen atau sebaliknya.
c.       Perbudakan
Islam sangat tegas tidak menyutujui perbudakan, sebaliknya menganjurkan agar setiap budak untuk dimerdekakan, perbudakan menjadi oenghalang mewarisi bukan karena ia dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

4.      Furudul Muqadarah (Pembagian warisan)
Furudul muqadarah adalah bagian yang telah ditentukan dalam Al-qur’an.
a.       ½ harta peninggalan untuk 5 orang, yaitu
 1) Suami, apabila tidak ada:
a)      Anak laki-laki atau perempuan
b)      Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
2)      Anak perempuan, apabila ia hanya seorang diri dan tidak ada nak laki-laki
3)      Cucu perempuan dari anak laki-laki
4)      Saudara perempuan sekandung
5)      Saudara perempuan sebapak
a.       ¼ harta peninggalan untuk dua orang, yaitu:
1)      Suami, dengan syarat bersama salah satu anak laki-laki atau perempuan, dan cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
2)      Istri, dengan syarat tidak ada anak laki-laki atau perempuan dan cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
b.      2/3 harta peninggalan untuk empat orang, yaitu:
1)      Anak perempuan
2)      Cucu perempuan dari anak laki-laki
3)      Saudara perempuan sekandung
4)      Saudara perempuan sebapak
c.       1/3 harta peninggalan untuk dua orang, yaitu:
1)      Ibu, apabila tidak ada:
a)      Anak laki-laki atau perempuan
b)      Cucu laki-laki atau perempuan dari saudara laki-laki
2)      Saudara laki-laki atau perempuan
d.      1/8 harta peninggalan untuk satu orang, yaitu
Istri satu atau lebih, dengan syarat bersama salah satu dari anak laki-laki atau perempuan dan cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
e.       1/6 harta peninggalan untuk tujuh orang, yaitu:
1)      Bapak
2)      Kakek
3)      Ibu
4)      Cucu perempuan dari anak laki-laki
5)      Saudara perempuan sebapak
6)      Nenek
7)      Saudara laki-laki atau perempuan seibu
5.      Masalah dalam Pembagian Warisan
a.       Masalah Garawain
Garawain berarti dua perkara yang sudah jelas namun ternyata menyimpan masalah. Masalahnya yaitu berkumpulnya ahli waris suami, ibu dan bapak atau istri, ibu, dan bapak. Hal tersebut dianggap bermasalah karena bapak mendapatkan bagian yang lebih kecil. Oleh karena itu ibu mendapat 1/3 bagian
b.      Masalah Musyarakah
Musyarakah yaitu bergabunganya ahli waris yang tidak mendapatkan harta, kepada ahli waris yang mendapatkan harta warisan. Hal ini terjadi apabila berkumpul ahli waris suami, ibu, saudara seibu, dan saudara laki-laki sekandung. Maka bila hal ini diselesaikan justru saudara sekandung tidak akan mendapatkan. Oleh karena itu bagian saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung dibagi rata.
c.       Masalah Akdariyah
Masalah ini terjadi pada seorang wanita Bani Akdar. Juga karena masalah “mengacaukan” kaidah yang telah ditentukan, yaitu ketika berkumpul ahli waris suami, istri, saudara sekandung, dan kakek. Untuk menyelesaikannya menurut Umar bin Khatab dan Ibnu Mas’ud, kakek diambilkan dari bagian ibu yang tadinya 1/3 menjadi 1/6. Yang 1/6 untuk kakek.
6.      AHLI WARIS YANG TIDAK BISA GUGUR HAKNYA
Sebagaimana maklum adanya, dalam pembagian harta warisan terkadang ada ahli waris yang terhalang mendapatkan harta warisan karena sebab tertentu, dan sebagian lain ada juga yang tidak mendapatkan harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lain. Akan tetapi ada beberapa ahli waris yang haknya untuk mendapatkan warisan tidak terhalangi walaupun semua ahli waris ada. Mereka adalah:
a.       Anak laki-laki  (ابن)
b.      Anak perempuan  (بنت)
c.       Bapak  (أب)
d.      Ibu  (أم)
e.       Suami  (زوج)
f.       Istri (زوجة)
                                                      
7.      ASHABAH
Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”ashib” yang artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab. Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli waris.[5]
                      Di dalam istilah ilmu faraidh, macam-macam ‘ashabah ada tiga yaitu:
a.        ‘Ashabah Binafsihi yaitu ahli waris yang menerima sisa harta warisan dengan sendirinya, tanpa disebabkan orang lain. Ahli waris yang masuk dalam kategori ashabah binafsihi yaitu:
1)      Anak laki-laki
2)      Cucu laki-laki
3)      Ayah
4)      Kakek
5)      Saudara kandung laki-laki
6)      Sudara seayah laki-laki
7)      Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
8)      Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
9)      Paman kandung
10)  Paman seayah
11)  Anak laki-laki paman kandung
12)  Anak laki-laki paman seayah
13)  Laki-laki yang memerdekakan budak
Apabila semua ashabah ada, maka tidak semua ashabah mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang (para ashabah) yang lebih dekat pertaliannya dengan orang yang meninggal. Jadi, penentuannya diatur menurut nomor urut tersebut di atas. Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara pembagiannya ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan. Firman Allah dalam al-Qur’an :
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ ... (١١)

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan..” (Q.S An-Nisa’:11)

b.      Ashabah Bilghair yaitu anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah jika bersama saudara laki-laki mereka masing-masing ( ‘Ashabah dengan sebab terbawa oleh laki-laki yang setingkat ).
Berikut keterangan lebih lanjut terkait beberapa perempuan yang menjadi ashabah dengan sebab orang lain:
1)      Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah
2)      Cucu laki-laki dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
3)      Saudara laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
4)      Saudara laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
Ketentuan pembagian harta waris dalam ashabah bil ghair, “bagian pihak laki-laki (anak, cucu, saudara laki-laki) dua kali lipat bagian pihak perempuan (anak, cucu, saudara perempuan)”.  Allah ber􀏐irman adalam al-Qur’an :
... وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ ...(١٧٦)

Artinya: “Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan.(Q.S An- Nisa’:176)

c.       ‘Ashabah Ma’algha’ir (‘ashabah bersama orang lain) yaitu ahli waris perempuan yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah:
1)      Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak perempuan (seorang atau lebih) atau cucu perempuan dari anak lakilaki.
2)      Saudara perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak lakilaki.

8.      HIJAB
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya (hubungannya) dengan orang yang meninggal.[6] Oleh karena itu hijab ada dua macam:
a.       Hijab hirman yaitu penghapusan seluruh bagian, karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal. Contoh cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
b.      Hijab nuqshon yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris lain yang membersamai. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi kala yang meninggal mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka bagian ibu berubah menjadi 1/6.
Dengan demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang disebut mahjub hirman, ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang bagiannya yang disebut mahjub nuqshan. Ahli waris yang terakhir ini tidak akan terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang disebut al-aqrabun. Mereka terdiri dari : Suami atau istri, Anak laki-laki dan anak perempuan, Ayah dan ibu.
a.      Ahli waris yang terhalang :
Berikut di bawah ini ahli waris yang terhijab atau terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal. Mereka adalah:[7]
1)      Kakek (ayah dari ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika ayah masih hidup maka kakek tidak mendapat bagian.
2)      Nenek (ibu dari ibu) terhijab /terhalang oleh ibu
3)      Nenek dari ayah, terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh ibu
4)      Cucu dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh anak laki-laki
5)      Saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)      anak laki-laki
b)      cucu laki-laki dari anak laki-laki
c)      ayah
6)      saudara kandung perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)      anak laki-laki
b)       ayah
7)      saudara ayah laki-laki dan perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)      anak laki-laki
b)      anak laki-laki dan anak laki-laki
c)      ayah
d)      saudara kandung laki-laki
e)      saudara kandung perempuan
f)       anak perempuan
g)      cucu perempuan
8)      saudara seibu laki-laki / perempuan terhijab/terhalang oleh:
a)      anak laki-laki atau perempuan
b)      cucu laki-laki atau perempuan
c)      ayah
d)     kakek
9)      Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh:
a)      anak laki-laki
b)      cucu laki-laki
c)      ayah
d)     kakek
e)      saudara kandung laki-laki
f)       saudara seayah laki-laki
10)   Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhijab/terhalang oleh:
a)      anak laki-laki
b)      cucu laki-laki
c)      ayah
d)     kakek
e)      saudara kandung laki-laki
f)       saudara seayah laki-laki
11)   Paman (saudara laki-laki sekandung ayah) terhijab/terhalang oleh :
a)      anak laki-laki
b)      cucu laki-laki
c)      ayah
d)     kakek
e)      saudara kandung laki-laki
f)       saudara seayah laki-laki
12)  Paman (saudara laki-laki sebapak ayah) terhijab/terhalang oleh :
a)      anak laki-laki
b)      cucu laki-laki
c)      ayah
d)     kakek
e)      saudara kandung laki-laki
f)       saudara seayah laki-laki
13)  Anak laki-laki paman sekandung terhijab/terhalang oleh :
a)      anak laki-laki
b)      cucu laki-laki
c)      ayah
d)     kakek
e)      saudara kandung laki-laki
f)       saudara seayah laki-laki
14)  Anak laki-laki paman seayah terhijab/terhalang oleh :
a)      anak laki-laki
b)      cucu laki-laki
c)      ayah
d)     kakek
e)      saudara kandung laki-laki
f)       saudara seayah laki-laki
15)  Cucu perempuan dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)      anak laki-laki
b)      dua orang perempuan jika cucu perempuan tersebut tidak bersaudara laki-laki yang menjadikan dia sebagai ashabah
9.      Hal-hal yang harus dilakukan sebelum harta warisan dibagikan
Beberapa hal yang harus ditunaikan terlebih dahulu oleh ahli waris sebelum harta warisan dibagikan adalah:[8]
a.       Zakat. Kalau harta yang ditinggalkan sudah saatnya dikeluarkan zakatnya, maka zakat harta tersebut harus dibayarkan terlebih dahulu.
b.      Belanja. Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan jenazah, mulai dari membeli kain kafan, upah menggali kuburan, dan lain sebagainya.
c.       Hutang. Jika mayat memiliki hutang, maka hutangnya harus dibayar terlebih dahulu dengan harta warisan yang ia tinggalkan.
d.      Wasiat. Jika mayat meninggalkan wasiat, agar sebagian harta peninggalannya diberikan kepada orang lain. Maka wasiat inipun harus dilaksanakan.
Apabila keempat hak tersebut (zakat, biaya penguburan, hutang mayat, dan wasiat mayat) sudah diselesaikan, maka harta warisan selebihnya baru dapat dibagi bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.


10.  TATA CARA DAN PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN
a.      Langkah-langkah sebelum pembagian harta warisan
Sebelum membagi harta warisan, terdapat beberapa hal yang perlu diselesaikan terlebih dahulu oleh ahli waris. Hal pertama yang perlu dilakukan saat membagi harta warisan adalah menentukan harta warisan itu sendiri, yakniharta pribadi dari orang yang meninggal, bukan harta orang lain. Setelah jelas harta warisannya, para ahli waris harus menyelesaikan beberapa kewajiban yang mengikat muwaris, antara lain:
1)     Biaya Perawatan jenazah
2)     Pelunasan utang piutang
a)     Hutang kepada Allah, misalnya, zakat, ibadah haji, kafarat dan lain sebagainya.
b)     Hutang kepada manusi baik berupa uang atau bentuk utang lainnya.
3)     Pelaksanaan wasiat
Wajib menunaikan seluruh wasiat muwaris selama tidak melebihi sepertiga dari jumlah seluruh harta peninggalan, meskipun muwaris menghendaki lebih. Dalam surat An-Nisa ayat 12 Allah berfirman:
... مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... (١٢)
Artinya:  “Sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar utangnya” (QS. An-Nisa' :12)

b.      Menetapkan ahli waris yang mendapat bagian
Pada uraian di muka sudah diterangkan tentang ketentuan bagian masingmasing ahli waris. Di antara mereka ada yang mendapat ½ , ¼, 1/8, 1/3, 2/3 dan 1/6. Kita lihat bahwa semua bilangan tersebut adalah bilangan pecahan. Cara pelaksanaan pembagian warisannya adalah dengan cara menetukan dan mengidentifikasi ahli waris yang ada. Kemudian menentukan di antara mereka yang termasuk :
1)       Ahli warisnya yang meninggal;
2)      Ahli waris yang terhalang karena sebab-sebab tertentu, seperti membunuh, perbedaan agama, dan menjadi budak.
3)      Ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal;
4)      Ahli waris yang berhak mendapatkan warisan. Maka dapat diketahui
a)      Suami = seperempat
b)      Bapak = seperenam
c)      Ibu = seperenam
d)     Anak laki-laki = sisa (dua bagian sisa)
e)      Anak perempuan = sisa (satu bagian sisa)
f)       Kakek, saudara seibu, dan paman (terhalang)

c.       Contoh Cara Pembagian Warisan
Terlebih dahulu perlu diketahui “Asal Masalah”, yaitu bilangan bulat yang digunakan untuk membagi harta. Bagian ini merupakan hasil dari Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK). Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1)      Jika ahli waris hanya terdiri atas ahli waris “asabah bi nafsihi” asal masalahnya sejumlah waris yang ada.
Misalnya:
Ahli waris terdiri dari 5 orang anak laki-laki. Maka masalahnya adalah 5. Cara pembagian waris langsung dibagi 5 dan masing-masing waris mendapatkan satu bilangan.
2)      Jika ahli waris terdiri dari laki-laki dan perempuan, bagian dari laki-laki dua kali lipat perempuan.
3)      Jika ahli waris hanya satu orang ahli waris, maka asal masalahnya adalah angka “penyebut” ahli waris yang bersangkutan.
Misalnya:
Ahli waris hanya seorang anak perempuan, bagian anak perempuan adalah 1/2 . Cara pembagian warisannya adalah harta warisan dibagi 2
4)      Jika ahli waris terdiri dua orang atau lebih, baik ada ahli waris asabah atau tidak, mencari asal masalahnya dengan mencari KPK dari angka penyebut bagian masing-masing ahli waris.
Misalnya:
a)      Ada seorang yang meninggal, ahli warisnya terdiri atas seorang anak perempuan, suami, dan bapak. Maka bagian anak perempuan adalah ½, suami ¼, dan bapak asabah/sisa. Sedang KPK dari ½ dan ¼ adalah 4.
b)      Ada seorang meninggal dunia dan meninggalkan harta Rp 84.000.000, ahli waris terdiri atas istri, ibu, dan dua orang anaka laki-laki. Maka penyelesainnya adalah sebagai berikut:




No
Ahli waris
Bagian
AM (24)
84.000.000 : 24 = 3.500.000
1
Istri
1/6
4
4x3.500.000 =  Rp 14.000.000
2
Ibu
1/8
3
3x3.500.000 =  Rp 10.500.000
3
2 anak laki-laki
Sisa
17
17x3.500.000= Rp 59.500.000

B.     WASIAT DALAM ISLAM
1.      Pengertian
Kata “wasiat” berasal dari bahasa arab yaitu “washiat” yang berarti “ suatu ucapan atau pernyataan dimulainya suatu perbuatan”. Biasanya perbuatan itu dimulai setelah orang yang mengucapkan atau menyatukan itu meninggal dunia.[9]
Para ulama pada umumnya sepakat bahwa pengertian wasiat ialah “pernyataan atau perkataan seseorang kepada orang lain bahwa ia memberikan kepada orang lain itu atau memberikan manfaat sesuatu barang kepunyaannya setelah ia meninggal dunia.
Sesuai dengan firman Allah
... مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... (١١)
Artinya : “(Pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudaha dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya” (Q.S An-nisa’: 11)

2.      Rukun Wasiat
d.      Orang yang berwasiat
e.       Orang yang menerima wasiat
f.       Barang atau sesuatu yang diwasiatkan
g.      Ijab-kabul
3.      Syarat Wasiat
b.      Orang yang berwasiat:
1)      Baligh
2)      Berakal sehat
3)      Merdeka
4)      Dilakukan atas kehendak sendiri
c.       Orang yang menerima wasiat:
1)      baligh
2)      berakal
3)      dapat dipercaya
4)      merdeka
d.      Barang yang diwasiatkan:
1)      Ada wujudnya
2)      Miliknya orang yang berwasiat
3)      Dapat diwariskan
4)      Bermanfaat menurut syariat
5)      Tidak melebihi dari 1/3 dari semua harta peninggalan
4.      Macam-macam Wasiat
a.       Wasiat harta benda, wasiat dalam pembagian harta peninggalan ini hanya berlaku kepada orang lain, tidak untuk ahli warisnya.
b.      Wasiat hak kekuasaan
Misalnya, Umar berkata kepada Usman, “Kelak ketika saya meninggal kamu saya jadikan orang yang mendidik anak-anak saya”. Wasiat seperti itu harus dilaksanakan selama tidak ada aturan lain yang menghalanginya. Akan tetapi, apabila ada aturan lain yang menghalanginya, wasiat itu tidak dilaksanakan. Misalnya, wasiat untuk menggantikan sebagai wali dalam pernikahan anaknya kepada orang yang tidak berhak menjadi wali nikah.
5.      Kadar Wasiat
Berwasiat harta kekayaan itu tidak boleh melebihi sepertiga dari seluruh harta kekayaan orang yang berwasiat. Apabila itu dilakukan maka harus ada izin dari ahli warisnya. Sedangkan tidak ada ahli waris yang lainnya, maka diperbolehkan.
Dikalangan ulama fikih dikenal dengan al-wasiyyah al wajibah (wasiat wajib). Maksudnya adalah suatu wasiat yang ditujukan kepada ahli waris yang terhalang mendapatkan harta warisan dari orang yang meninggal. Misalnya, wasiat kepada orang tua yang tidak dapat menerima warisan sebab berlainan agama.[10]


[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung:Sinar Baru, 1987), 372
[2] Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, (Bandung :  Pustaka Setia, 2007),  2
[3] Ibid, hlm 6
[4]  Amir syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta:Kencana, 2004), 18
[5] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru, 1987), 389
[6] Kementerian Agama,  Fikih MA Kurikulum 2013, (Jakarta:Kementerian Agama, 2015)
[7] Ibid
[8] Ibid, hlm 60
[9] Kementerian Agama ,  Modul Pintar Fikih XI MA (LKS) Semester 2, (Jakarta: Citra Pusaka, 2008, 71
[10] Ibid, 74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Video Pembelajaran PAI

#VideoPAI - Baper Istimewa! Praktek Ijab Kabul/Akad Nikah (PAI G IAIN Ponorogo) #VideoPAI - Cara, Niat, dan Do'a Membayar Zakat Fitrah ...