A.
Uraian Materi Ketentuan Islam Tentang Khilafah
1. Khilafah
Khilafah berasal dari bahasa arab khalafa, yakhlifu, khilafatan yang
artinya menggantikan. Kata khalafa dapat diartikan kekuasaan atau
pemerintahan. Menurut istilah, khilafah diartikan sebagai susunan pemerintahan
yang diatur menurut ajaran islam, dimana aspek-aspek yang berkenaan dengan
pemerintahan seluruhnya berlandaskan ajaran islam. [1]
Secara
umum Khilafah mempunyai tujuan untuk memelihara agama Islam dan mengatur terselenggaranya urusan umat manusia agar tercapai
kesejahteraan dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran Allah SWT. Adapun tujuan khilafah
secara spesifik adalah: [2]
a. Melanjutkan
kepemimpinan agama Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW.
b. Untuk
mencapai kebahagiaan lahir dan batin dengan aparat yang bersih dan berwibawa.
c. Untuk
menjaga stabilitas negara dan kehormatan agama
d. Untuk
membentuk suatu masyarakat yang makmur, sejahtera dan berkeadilan, serta mendapat ampunan dari Allah SWT.
Menurut Sulaiman Rasjid, apabila diperhatikan dengan
seksama, dapat diketahui dengan jelas bahwa khilafah atau pemerintahan yang dijalankan
oleh Khulafaur Rasyidin berdasarkan hal-hal sebagai berikut:[3]
a.
Kejujuran, keikhlasan, dan tanggung jawab.
b.
Keadilan.
c.
Tauhid (mengesakan Allah).
d.
Kedaulatan rakyat.
Adapun hukum mendirikan khilafah itu adalah fardu kifayah berdasarkan pendapat yang diikuti mayoritas umat Islam
(mu’tabar), dengan beberapa alasan sebagai berikut :[4]
a.
Ijma’ sahabat.
Ketika Rasulullah wafat, saat itu juga terdengar di kalangan
para sahabat yang membicarakan masalah pengganti beliau. Bahkan pembicaraan itu
sempat mengarah ke perselisihan di antara kaum Anshar dan Muhajirin. Dalam
suasana demikian maka disepakati untuk dilaksanakan musyawarah antara perwakilan dari kedua kaum tersebut. Sementara sebagian lainnya tetap mengurus
jenazah Rasulullah. Adapun hasil musyawarah akhirnya menetapkan Abu Bakar
sebagai khalifah/pengganti Rasulullah.
b.
Demi menyempurnakan kewajiban.
Khilafah harus didirikan demi menjamin kelancaran atau
kesempurnaan dalam menunaikan kewajiban sebagai warga negara. Misalnya dalam hal pemenuhan kewajiban sebagai umat beragama, menjaga keamanan dan
ketertiban, menjamin kesejahteraan bersama, menegakkan keadilan, dan lain sebagainya. Semua urusan
ini tidak bisa sepenuhnya dibebaskan untuk diurus oleh perseorangan tetapi
perlu ada pihak yang berwenang mengelolanya. Sudah barang tentu hal ini atas mandat
dari rakyat.
c.
Memenuhi janji Allah.
Allah berjanji akan menjadikan orang-orang yang beriman dan
beramal saleh sebagai penguasa di muka bumi. Setelah sebelumnya mereka mengalami
ketakutan, kegelisahan, dan penderitaan akibat kezaliman. Tetapi mereka tetap berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan. Inilah yang memungkinkan terbukanya peluang
untuk memenuhi janji Allah yang akan menjadikan kita sebagai penguasa di muka
bumi. Mengemban amanat kekhilafahan atau pemerintahan demi kehidupan yang sejahtera,
aman, sentausa dan tetap dalam ketundukan terhadap Allah semata.
2. Khalifah
Adapun pengertian Khalifah berarti pengganti Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara dan
pimpinan agama. Dalam sejarah kita mengenal para pengganti kepemimpinan
Rasulullah pada masa periode awal yang terkenal dengan sebutan Khulafa’
al-Rasyidin (para pemimpin yang bijaksana). Mereka adalah Abu Bakar As-shidiq, Umar bin
Khatab, Usman bin Afan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah para Khalifah
generasi pertama setelah kepemimpinan Rasulullah SAW. yang menggantikan Nabi
sebagai kepala pemerintahan dan pimpinan agama tetapi tidak menggantikan
Muhammad SAW sebagai nabi karena posisi kenabian tidak dapat diganti oleh
siapapun dan Muhammad SAW adalah Nabi yang terakhir dari sekalian para Nabi.[5]
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ
رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (٤٠)
Artinya : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang
laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.
dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS.Al-Ahdzab : 40)
Jabatan khalifah berikutnya setelah Abu Bakar, Umar,
Usman, dan Ali dipangku oleh para pemuka dari Bani Umayyah seperti khalifah
Mu’awiyah bin Abi Sofyan, Umar bin Abdul Aziz dan lain-lain. Pada masa
Abbasiyah diantaranya yang paling terkenal adalah pemerintahan di bawah
kekhalifahan Harun Al Rasyid dan lain-lain. Untuk menjadi khalifah, seseorang harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:[6]
a.
Berpengetahuan luas.
b. Adil
dalam arti luas.
c. Kompeten
(Kifayah)
d. Sehat
jasmani-rohani.
Berdasarkan catatan sejarah Khulafah al-Rasyidin,
terdapat beberapa contoh pengangkatan khalifah yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:[7]
a. Dipilih
langsung oleh umat Islam,
b. Diusulkan
oleh khalifah yang sedang menjabat,
c. Dipilih
melalui perwakilan (Ahlul Halli Wai ‘aqdi).
d. Dipilih
oleh perwakilan sebagian besar umat Islam,
Keempat sifat pemilihan dan pengangkatan khalifah itu
menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai aspirasi dan kehendak rakyat. Berbagai ragam
aspirasi rakyat harus dipertimbangan dengan matang melalui jalan musyawarah untuk
menemukan mufakat agar keputusan yang diambil relatif dapat memuaskan semua pihak. Di Indonesia sifat pengangkatan pemimpin (presiden)
pernah dilakukan dalam 2 bentuk yaitu:
a.
Pemilihan tidak langsung; yakni pemilihan melalui
perwakilan Ahlul Halli Wal’aqdi (DPR/MPR) yang berhak menentukan dan memutuskan segala hal yang
menyangkut kehidupan rakyat, termasuk umat Islam.
b. Pemilihan
secara langsung; yakni suatu pemilihan yang dilakukan langsung oleh seluruh rakyat. Setiap warga negara dan warga
masyarakat berhak memilih langsung dan memberikan dukungannya sesuai dengan kehendak hati
nuraninya.
Setelah terpilih seorang pemimpin, baik melalui
pemilihan langsung maupun tak langsung atau melalui lembaga perwakilan, selanjutnya ia
dilantik atau dibaiat.Setelah rakyat memilih dan mengambil sumpah khalifah, maka
rakyat mempunyai kewajiban, di antaranya sebagai berikut: [8]
a. Patuh
dan taat kepada perintah khalifah, sepanjang khalifah tersebut berpegang teguh kepada hukum- hukum Allah SWT. dan Rasul-Nya,
b. Mencintai
tanah air dan mempertahankannya dari ancaman dan gangguan musuh, dengan segala kekuatan dan potensi yang ada,
c. Memelihara
persatuan dan kesatuan,
Disamping kewajiban, rakyat
juga mempunya hak, di
antaranya sebagai berikut:[9]
a. Hak
kemerdekaan pribadinya.
b. Hak
kemerdekaan bertempat tinggal.
c. Hak
kemerdekaan memiliki harta benda.
d. Hak
kemerdekaan berpikir dan berpendapat.
e. Hak
kemerdekaan beragama.
f. Hak
kemerdekaan belajar atau memperoleh pendidikan
g. Hak
hidup dan jaminan keamanan.
3.
Majlis
Syuro
Majlis
Syura menurut
bahasa artinya tempat musyawarah, sedangkan menurut istilah ialah lembaga permusyawaratan rakyat. Atau
dengan pengertian lembaga permusyawaratan atau badan yang ditugasi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat melalui musyawarah. Dengan demikian majlis syura ialah
suatu lembaga negara yang bertugas memusyawarahkan kepentingan rakyat. Di negara kita
dikenal dengan lembaga Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Anggota Majlis Syura disebut Ahlul Halli Wal’aqdi sebagai wakil rakyat. Ahlul Halli Wal’aqdi di negara kita adalah para anggota legislatif. Baik di tingkat
pusat di DPR/MPR maupun di tingkat daerah yaitu DPRD. Meskipun ada beberapa
pihak yang berpendapat bahwa antara anggota legislatif dengan ahlul halli wal aqdi ini
tidak sepenuhnya sama. Para ulama diantaranya Imam Fahruddin Ar Razi menyatakan bahwa
anggota Ahlul Halli Wal’aqdi adalah para alim ulama dan kaum cendikiawan yang dipilih
langsung oleh mereka. Dengan demikian, Ahlul Halli Wal’aqdi harus
mencakup dua aspek penting, yaitu mereka harus terdiri dari para ilmuwan dan
alim ulama serta mendapat kepercayaan dari rakyat.[10]
Anggota
Majlis Syura,
sebagaimana layaknya seorang wakil rakyat memiliki hak dan kewajiban. Menurut Djazuli berdasarkan kajiannya atas
berbagai pendapat ulama, di antaranya adalah Muhammad Rasyid Ridha dan Abul A’la
Al-Maududi, adalah sebagai berikut:[11]
a. Hak-hak
anggota majlis syura :
1) Memilih
dan membaiat khalifah terpilih
2) Mengarahkan
kehidupan masyarakat pada kemaslahatan
3) Membuat
undang-undang dalam berbagai hal yang tidak diatur secara tegas dalam Alquran dan hadis
4) Memberi
pertimbangan kepada khalifah dalam menentukan kebijakannya
5) Mengawasi
jalannya pemerintahan
b. Kewajiban
anggota majlis syura :
1) Memberikan
kekuasaan kepada khalifah
2) Mempertahankan
negara dan undang-undang sesuai syariat Islam
3) Melaksanakan
syariat Islam (sesuai Alquran, hadis, ijma’, qiyas, dan lain-lain)
4) Mengatur
dan menertibkan kehidupan masyarakat
5) Menegakkan
keadilan
4.
Sikap
Pemerintahan Islam Terhadap Non Muslim
Non
Muslim yang menjadi warga negara pemerintahan Islam akan mendapatkan perlakuan sama dengan kaum Muslim. Hak mereka sebagai warga
negara dijamin penuh oleh negara Islam. Namun, mereka juga harus menunaikan
kewajiban-kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh konstitusi
dan undang-undang negara. Adapun sikap pemerintahan Islam terhadap non Muslim
dapat dijelaskan melalui empat kategori sebagai berikut :[12]
a.
Dzimmi
Non Muslim (kafir) dzimmi adalah kelompok yang mendapat jaminan Allah dalam hak dan hukum negara. Kelompok ini mendapat perlakuan hukum dan hak yang sama dengan kaum Muslim. Baik hak politik, sosial, ekonomi, ketentaraan, pendidikan, bebas melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya, dan hak-hak lain sebagaimana layaknya warga negara.
Non Muslim (kafir) dzimmi adalah kelompok yang mendapat jaminan Allah dalam hak dan hukum negara. Kelompok ini mendapat perlakuan hukum dan hak yang sama dengan kaum Muslim. Baik hak politik, sosial, ekonomi, ketentaraan, pendidikan, bebas melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya, dan hak-hak lain sebagaimana layaknya warga negara.
b.
Musta’man
Non Muslim Musta’man adalah kelompok agama lain yang meminta perlindungan keselamatan dan keamanan terhadap diri dan hartanya. Terhadap kelompok ini tidak diberlakukan hak dan hokum negara. Adapun diri dan harta mereka wajib dilindungi dari segala macam bentuk ancaman selama mereka masih dalam perlindungan pemerintahan Islam.
Non Muslim Musta’man adalah kelompok agama lain yang meminta perlindungan keselamatan dan keamanan terhadap diri dan hartanya. Terhadap kelompok ini tidak diberlakukan hak dan hokum negara. Adapun diri dan harta mereka wajib dilindungi dari segala macam bentuk ancaman selama mereka masih dalam perlindungan pemerintahan Islam.
c.
Mu’ahadah
Non Muslim Mu’ahadah adalah kelompok agama lain yang melakukan perjanjian damai dan menjalin hubungan persahabatan antar negara. Baik disertai dengan perjanjian akan bantu-membantu, saling membela, ataupun tidak
Non Muslim Mu’ahadah adalah kelompok agama lain yang melakukan perjanjian damai dan menjalin hubungan persahabatan antar negara. Baik disertai dengan perjanjian akan bantu-membantu, saling membela, ataupun tidak
d.
Harbi
Non Muslim Harbi adalah kelompok agama lain yang bersikap memusuhi, mengganggu keamanan dan ketenteraman, bersikap zalim, suka menghasut atau melakukan provokasi, membuat fitnah dan kekacauan, tidak mengamalkan agamanya, Terhadap kelompok ini pemerintah dibenarkan untuk melawan, mengambil tindakan tegas dan memeranginya. Hal ini dilakukan demi mencegah dan menghentikan sikap mereka yang bersifat destruktif.
Non Muslim Harbi adalah kelompok agama lain yang bersikap memusuhi, mengganggu keamanan dan ketenteraman, bersikap zalim, suka menghasut atau melakukan provokasi, membuat fitnah dan kekacauan, tidak mengamalkan agamanya, Terhadap kelompok ini pemerintah dibenarkan untuk melawan, mengambil tindakan tegas dan memeranginya. Hal ini dilakukan demi mencegah dan menghentikan sikap mereka yang bersifat destruktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar