Pengertian, Fungsi, dan kedudukan Ijtihad


A. Uraian Materi  Pengertian, Fungsi, Dan Kedudukan Ijtihad

Sebenarnya kata “ijtihad”  serumpun dengan kata “jihad”, yaitu keduanya mempunyai akar kat yang sama, yaitu dari kata “jahadah”. artinya “mengarahkan segala kemampuan”, dalam wacana Islam, kedua pengertian tersebut, dalam penggunaannya mempunyai arah yang berbeda. “jihad” diartikan sebagai pengarahan kemampuan secara maksimal, penggunaannya lebih cenderung pada segi fisik, sedangkan ijtihad penggunaannya lebih cendering pada segi non-fisik (akal pikiran) atau yang bersifat ilmiah. Orang yang melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.[1]
Secara terminologis ijtihad berarti mengarahkan segala kemampuan dengan semaksimal mungkin dalam mengungkapkan kejelasan atau maksud hukum Islam untuk menjawab dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul. Sebagian mengatakan ijtihad adalah mencurahkan kemampuan  dalam memperoleh hukum syara’ dengan jalan istimbath (menetapkan hukum berdasarkan dalil)[2]
Adapun fungsi dari ijtihad yaitu :
1.    Terciptanya suatu keputusan bersama antara para ulama dan ahli agama (yang berwenang) untuk mencegah kemudharatan dalam penyelesaian suatu perkara yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al Qur’andanHadist.
2.    Tersepakatinya suatu keputusan dari hasil ijtihad yang tidak bertentangan dengan All Qur’an dan Hadist.
3.    Dapat ditetapkannya hukum terhadap sesuatu persoalan Ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari’at berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran Islam

Mendudukkan ijtihad sebagai sumber ajaran Islam tentu tidak dapat disejajarkan atau diperlakukan sama dengan dua sumber pokok lainnya; Al-Qur’an dan Hadis. Ijtihad lebih tepat dikatakan sebagai sumber kekuatan, alat, atau cara untuk meneropong dua sumber pokok itu dalam kaitannya dengan fenomena-fenomina kehidupan. Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Hadist. [3]
Dalam hubungannya dengan hukum, ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh oleh ahli hukum yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam al-Qur;an dan sunnah Rasulullah. Sehingga dapat dikatakan bahwa nash atau teks yang zanni sifatnya merupakan objek ijtihad.[4]


[1] Erwin Yudi Prahara, Ibid., 97.
[2] Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh, (Surabaya: Khalista, 2007), 248.
[3] Erwin Yudi Prahara, Ibid., 98.
[4] Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), 116.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Video Pembelajaran PAI

#VideoPAI - Baper Istimewa! Praktek Ijab Kabul/Akad Nikah (PAI G IAIN Ponorogo) #VideoPAI - Cara, Niat, dan Do'a Membayar Zakat Fitrah ...